Seminar Nasional Inkubasi Bisnis & Investasi “Financial Problem and Survival Strategies Of Startup”

Indonesia merupakan rumah bagi sekitar 2.771 startup teknologi hingga 30 Januari 2025, dengan penambahan sekitar 205 startup dari tahun sebelumnya menjadikannya ekosistem startup terbesar di Asia Tenggara dan keenam di dunia. Pertumbuhan pesat ini didukung oleh konvergensi antara penetrasi internet yang luas, urbanisasi, serta dorongan kebijakan pemerintah dan sektor swasta dalam membesarkan ekosistem inkubator dan venture capital. Dari sisi ekonomi digital, startup menjadi salah satu motor utama pertumbuhan. Menurut laporan
Google Temasek Bain, ekonomi digital Indonesia diperkirakan mencapai US$146 miliar pada 2025, dan startup berperan penting dalam mendorong penciptaan lapangan kerja, inovasi sektor kesehatan,
fintech, dan agritech. Sebagai contoh, platform seperti Gojek dan Tokopedia telah menggerakkan ekonomi digital yang inklusif, menciptakan jutaan lapangan kerja dan akses pasar untuk UMKM.
Namun, di balik potensi besar tersebut, startup Indonesia menghadapi tantangan finansial signifikan terutama terkait pendanaan dan cash flow. Pendanaan startup nasional menurun drastis dari US$215 juta pada Mei 2024 menjadi hanya US$49,2 juta hingga Mei 2025. Bahkan pada tahun 2024 total pendanaan anjlok sampai 66%, yaitu menjadi US$437,8 juta, dengan jumlah kesepakatan turun 34%.
Sektor fintech menjadi pengecualian yang menahan laju penurunan, dengan pendanaan mencapai
US$459,5 juta sepanjang 2024.
Secara global, realitas menunjukkan bahwa hingga 90% startup gagal, dan hanya sekitar 10% yang mampu bertahan melewati tahun-tahun awal operasi. Di Indonesia, hambatan utama termasuk akses pendanaan terbatas, kurangnya literasi serta manajemen keuangan, dan persaingan ketat. Regulasi yang terus berubah juga menambah tekanan bagi startup untuk beralih dari mengejar valuasi tinggi ke model
bisnis yang profitable dan berkelanjutan. Namun, masih ada ruang optimisme. Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa inovasi finansial seperti digital payment, peer-to-peer lending, dan blockchain
dapat memperbaiki efisiensi manajemen kas, memperluas akses modal, dan meningkatkan transparansi
operasional. Fintech dan solusi keuangan digital diharapkan menjadi katalis untuk mengatasai celah pembiayaan dan memperkuat daya tahan startup. Seminar ini diselenggarakan sebagai bentuk respon terhadap tantangan nyata yang tengah dihadapi oleh banyak startup, khususnya terkait dengan penurunan signifikan dalam pendanaan serta tingginya tingkat risiko kegagalan usaha. Dalam situasi di mana banyak startup kesulitan mendapatkan suntikan modal dan mengalami tekanan likuiditas, diperlukan pemahaman yang lebih mendalam mengenai
bagaimana cara bertahan dan tetap berkembang di tengah keterbatasan sumber daya. Melalui seminar ini, peserta akan memperoleh solusi yang bersifat praktis (actionable), yakni strategi-strategi survival dan inovasi finansial yang dikembangkan berdasarkan bukti empiris dan studi kasus yang relevan dengan kondisi lokal di Indonesia. Dengan demikian, para peserta tidak hanya mendapatkan teori, tetapi juga contoh penerapan nyata yang bisa diadaptasi dalam pengelolaan bisnis masing-masing. Selain itu, seminar ini bertujuan untuk membangun literasi keuangan yang lebih kuat di kalangan para
pendiri startup, terutama dalam hal pengelolaan arus kas, perencanaan anggaran, dan pemanfaatan
berbagai alternatif pendanaan yang tersedia secara praktis. Pemahaman yang baik di aspek ini akan
sangat membantu startup dalam menjaga kesehatan keuangan mereka, sekaligus meningkatkan daya tawar mereka di mata investor maupun lembaga keuangan. Lebih jauh, seminar ini juga menjadi upaya untuk mendorong keberlanjutan ekosistem startup di Indonesia. Tidak hanya mendorong pertumbuhan cepat di tahap awal, tetapi juga memastikan agar startup mampu bertahan, beradaptasi, dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi digital nasional dalam jangka panjang. Dengan melihat besarnya potensi yang dimiliki sekaligus tantangan yang begitu kompleks, seminar ini diharapkan dapat memperkuat pondasi startup agar lebih tahan banting dan adaptif dalam menghadapi dinamika dunia usaha di masa depan.

“Permasalahan keuangan merupakan salah satu isu utama yang senantiasa melekat dalam perjalanan usaha-usaha rintisan atau startup, baik sejak awal pendiriannya hingga saat usaha tersebut berkembang menjadi entitas bisnis yang lebih mapan dan besar”. Ujar Ir. A Sigit Pramono Hadi, M.Si Dinamika finansial menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari setiap tahapan pertumbuhan startup, di mana setiap fase menghadirkan tantangan dan kebutuhan pengelolaan keuangan yang berbeda-beda. Pada tahap awal pendirian usaha, umumnya para pelaku bisnis rintisan dihadapkan pada keterbatasan modal, sehingga mereka bergantung pada pendanaan awal yang berasal dari modal pribadi, keluarga, atau investor awal yang bersedia mengambil risiko tinggi. Ketersediaan dana pada fase ini menjadi faktor penentu utama apakah ide bisnis yang diusung dapat direalisasikan dan bertahan di tengah persaingan pasar.
Seiring berjalannya waktu dan usaha mulai dikenal oleh pasar, tantangan keuangan pun bergeser. Meskipendanaan tambahan dari investor eksternal mulai berdatangan, baik dari venture capital, angel
investor, maupun private equity, pengelolaan keuangan tetap menjadi aspek krusial yang tidak bisa
diabaikan. Kehadiran investor memang memberikan suntikan modal, namun di sisi lain juga membawa konsekuensi berupa pertanggungjawaban yang lebih besar terhadap penggunaan dana serta pencapaian target-target kinerja yang telah disepakati. Bahkan ketika startup berhasil tumbuh signifikan dan memperoleh laba yang besar, tantangan pengelolaan keuangan tetap hadir. Pada fase ini, manajemen arus kas, optimalisasi keuntungan, perencanaan ekspansi, dan pengelolaan risiko keuangan menjadi fokus utama untuk menjaga stabilitas dan kesinambungan usaha.
Dengan demikian, permasalahan keuangan dalam dunia usaha rintisan bukanlah sesuatu yang bersifat sementara, melainkan sebuah tantangan berkelanjutan yang mengikuti perjalanan bisnis dari awal hingga fase kemapanan. Dalam dinamika tersebut, selalu terdapat sisi positif dan negatif, yang menuntut para pengusaha untuk terus mengasah kemampuan manajerial, terutama dalam pengelolaan keuangan yang efektif dan efisien. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk tidak hanya fokus pada pertumbuhan pendapatan semata, tetapi juga merancang strategi keuangan yang kokoh agar mampu bertahan menghadapi berbagai tekanan pasar, perubahan kondisi ekonomi, maupun fluktuasi bisnis yang tidak terduga. Kemampuan dalam menyusun strategi survival serta manajemen keuangan yang adaptif menjadi kunci utama agar startup tidak hanya mampu bertahan, tetapi juga berkembang secara berkelanjutan dalam jangka panjang.

Dalam menjalankan bisnis startup di Indonesia, permasalahan finansial atau financial problem
merupakan tantangan utama yang sering dihadapi oleh para pendiri usaha rintisan. Permasalahan ini
meliputi beberapa aspek penting. Salah satunya adalah pendanaan (funding), di mana banyak startup
kesulitan mendapatkan akses ke sumber modal yang memadai, terutama pada tahap awal
pengembangan bisnis. Ketika pendanaan terbatas, startup harus mengelola arus kas (cash flow) secara hati-hati agar dapat memenuhi kebutuhan operasional harian dan menghindari krisis likuiditas. Selain itu, manajemen keuangan (managing finance) yang belum matang seringkali menyebabkan kesalahan dalam pengalokasian dana, sehingga memperbesar risiko kegagalan. Tidak hanya itu, pencatatan keuangan yang kurang akurat atau tidak teratur (finance recording) dapat menghambat pengambilan keputusan yang tepat dan menyulitkan dalam mempertanggungjawabkan penggunaan dana kepada investor. Tantangan lain yang tidak kalah besar adalah persaingan pasar (competition market). Dengan semakin banyaknya startup yang bermunculan, kompetisi untuk merebut pasar menjadi sangat ketat. Di sisi lain, startup juga harus mematuhi berbagai ketentuan hukum, peraturan pemerintah, serta kepatuhan pajak (compliance and taxation) yang seringkali berubah dan menuntut pemahaman yang mendalam. Selain itu, banyak startup yang tidak memiliki rencana bisnis (business plan) yang matang, sehingga sulit untuk memproyeksikan pertumbuhan, pengeluaran, serta target-target finansial jangka panjang secara
realistis. Menghadapi beragam tantangan finansial tersebut, startup di Indonesia perlu menerapkan strategi keuangan yang tepat agar mampu bertahan dan berkembang. Salah satu strategi yang mulai banyak diadopsi adalah pemanfaatan solusi teknologi finansial (fintech solutions), seperti platform peer-to-peer lending, digital payment gateway, serta aplikasi pengelolaan keuangan berbasis cloud, yang mampu membantu startup mengatur keuangannya secara lebih efisien dan transparan. Selain itu, bekerja sama
dengan venture capitalist (VC) menjadi langkah strategis untuk memperoleh tambahan modal sekaligus
akses ke jaringan bisnis dan bimbingan manajerial dari investor berpengalaman. Di samping itu, penting bagi startup untuk menyusun rencana bisnis yang solid, yang tidak hanya menjelaskan model bisnis dan proyeksi keuangan, tetapi juga strategi mitigasi risiko dan perencanaan jangka panjang. Pengelolaan biaya secara efektif juga sangat krusial, di mana startup harus fokus pada pengeluaran yang mendukung pertumbuhan bisnis inti dan menghindari pemborosan. Selain itu, diversifikasi sumber pendanaan
seperti mencari dana hibah, program inkubasi pemerintah, crowdfunding, atau alternatif pembiayaan
lain dapat memperluas akses modal dan mengurangi ketergantungan pada satu sumber investor saja. Dalam praktiknya, terdapat beberapa solusi konkrit yang bisa dipertimbangkan oleh para pelaku startup. Di antaranya adalah membuat dan memantau laporan keuangan secara rutin, sehingga pengelolaan arus kas dan kinerja keuangan dapat diawasi secara berkala dan cepat terdeteksi jika ada potensi masalah. Selain itu, startup perlu berupaya menurunkan burn rate dengan menerapkan efisiensi biaya, fokus pada pengembangan core business yang memiliki potensi profitabilitas jangka panjang, serta menghindari pengeluaran yang kurang produktif. Lebih jauh, startup juga harus mulai mendiversifikasi sumber pendapatan agar tidak hanya bergantung pada investasi eksternal, melainkan mengembangkan produk atau layanan tambahan yang relevan dengan bisnis inti mereka. Dengan demikian, ketika terjadi ketidakpastian ekonomi atau perubahan minat investor, perusahaan tetap memiliki pijakan finansial yang lebih stabil. Melalui kombinasi strategi dan solusi keuangan yang tepat, diharapkan startup di Indonesia mampu menghadapi berbagai problematika finansial yang ada, sekaligus membangun ketahanan bisnis jangka panjang yang kokoh. Dengan pengelolaan keuangan yang profesional, perencanaan bisnis yang matang, serta adaptasi terhadap dinamika pasar dan regulasi, startup tidak hanya mampu bertahan, tetapi juga dapat berkembang menjadi perusahaan yang berdaya saing tinggi di tengah ekonomi digital Indonesia yang terus tumbuh pesat.

Startup, khususnya yang memproduksi perangkat atau produk berbasis teknologi, kerap dihadapkan
pada tantangan finansial yang kompleks. Permasalahan utamanya berakar dari keterbatasan pilihan
pendanaan, biaya yang tinggi, serta manajemen keuangan yang belum memadai. Pada fase awal
pengembangan bisnis, banyak startup mengalami kesulitan untuk memperoleh dana yang cukup untuk mengembangkan, memproduksi, dan memasarkan produknya. Oleh karena itu, mereka bergantung pada sumber pendanaan eksternal dari berbagai pihak seperti investor atau lembaga pembiayaan. Namun, memperoleh pendanaan eksternal bukan tanpa konsekuensi. Startup seringkali dibebani oleh kewajiban untuk membayar suku bunga, biaya administrasi, ataupun membagi ekuitas usaha dalam jumlah signifikan kepada investor atau pemberi pinjaman. Di sisi lain, keterbatasan dalam keterampilan manajerial dan sistem pengelolaan dana yang efisien juga memperburuk kondisi keuangan startup. Akibatnya, pengeluaran untuk fitur yang belum dibutuhkan, inventaris berlebih, serta promosi yang tidak terencana seringkali menyebabkan tingginya burn rate dan menggerus ketahanan finansial startup itu sendiri.
Dalam menghadapi tantangan finansial ini, terdapat beberapa strategi problem solving yang bisa
diadopsi oleh para pelaku startup:
1. Secure Funding: Mengamankan sumber pendanaan dari venture capital, crowdfunding, maupun
investor strategis. Venture capital dan crowdfunding memungkinkan startup mendapatkan suntikan
dana dengan skema pembagian saham atau partisipasi masyarakat yang lebih fleksibel.
2. Membangun Rencana Keuangan yang Kuat: Penting bagi startup untuk menyusun perencanaan
keuangan yang realistis dan terstruktur. Perencanaan ini berfungsi untuk menarik kepercayaan
investor sekaligus menjadi acuan dalam pengelolaan dana operasional harian maupun rencana
ekspansi bisnis.
3. Negosiasi dengan Pemasok: Mengamankan kesepakatan kredit, perpanjangan jatuh tempo
pembayaran, dan skema pembelian yang menguntungkan dengan pemasok. Ini akan membantu
memperbaiki arus kas dan mengurangi beban pembayaran dalam jangka pendek.
Problematika finansial startup di Indonesia bersifat sistemik dan memerlukan strategi menyeluruh agar bisnis rintisan dapat bertahan hidup. Selain berfokus pada pengumpulan dana, startup juga harus membangun fondasi manajemen keuangan yang kuat, mengatur arus kas dengan bijak, menurunkan pengeluaran yang tidak produktif, serta mencari diversifikasi pendapatan. Adaptasi terhadap teknologi finansial, penguatan kapasitas manajerial, serta pengelolaan risiko secara proaktif akan menjadi kunci utama dalam memastikan kelangsungan hidup dan pertumbuhan startup di Indonesia dalam jangka panjang.